Mianhae (3/3)

11218708_391142734406888_7947756647505312390_n

Tittle: Mianhae

Author: Mybabysuzy (RSA)

Main cast: Kim Myungsoo, Bae Suzy, Jung Soojung

Length: Threeshoots

Genre: Sad and Hurt.

———————————————–

“ Hari ini. Aku bertemu dengannya, cinta pertamaku. Namja yang mampu membuat hatiku bergemuruh untuk pertama kalinya, bahkan sampai detik ini pun perasaanku tak pernah berubah untuknya. Geundae… semuanya telah berubah. Harapan konyolku tidak akan pernah terwujud, karena ia membenciku. Dan yang membuat aku tidak mungkin memilikinya lagi, karena sahabatku mencintainya. Soojung mencintai Myungsoo, aku tidak mungkin menyakitinya. Aku sangat menyanyingmu, Soojung “

 

“ Sakit. Itulah yang kurasakan. Hatiku terasa begitu perih melihat mereka yang selalu bermesraan didepanku. Geundae, memangnya aku bisa berbuat apa? Siapa diriku memangnya? Aku hanya benalu yang tersesat di Antara kehidupan mereka. Bae Sooji, kau harus sadar, ne? Myungsoo masih membencimu, bukankah kau yang telah membuat gadis berharga untuknya menjemput ajanya? Seharusnya kau sadar, bodoh!”

 

“Aku? Aku mencintainya, neomu, manhi. Geundae, setiap kali aku memikirkan harapan konyolku untuk kembali bersamanya. Hal itu semakin membuatku sadar akan posisiku. Tuhan, bisakah aku egois? Hanya sekali, kumohon. Biarkan aku memiliikinya untuk kedua kalinya, meskipun aku harus menyakiti Soojung. Bisakah? Astaga, Sooji! Apa yang kau fikirkan, eoh? Kau tidak boleh menyakitinya, arra?! Ingat, dirimu tak pantas berada disisinya tuk kedua kalinya, arra?!”

Soojung meletakkan ponsel milik sahabatnya asal di atas meja. Cairan bening mengalir dengan derasnya dari pelupuk matanya, membasahi kedua pipinya dan membuat sungai kecil di kedua pipinya. Tangan kananya meremas dadanya yang terasa sesak.

Astaga, mengapa dirinya menjadi sahabat tak berguna seperti ini? MEngapa dirinya tidak mengetahui sahabatnya tersakiti? Mengapa dirinya tidak mengetahui banyak luka yang telah ia berikan untuknya? Mengapa dirinya membiarkan sahabtanya terluka dan menanggung rasa sakit yang begitu besar sendirian? Mengapa dirinya menjadi bodoh seperti ini?

“Sooji-ah, mengapa kau tak pernah menceritakannya, eoh? Mengapa kau membuatku menjadi bodoh seperti ini:? Wae? Wae?” Isaknya.

Bodoh. Ia terlampau bodoh. Bahkan, dirinya yang telah memberi luka begitu besar kepada sahabatnya yang begitu menyanyanginya. Selama ini, dirinya terlalu sibuk menceritakan segala urusan dalam hidupnya tanpa pernah bertanya maupun mendengarkan keluh kesah dari sahabatnya itu. Dan ia baru sadar, bahkan dirinya tak pernah memikirkan sahabatnya.

Astaga, berapa bodoh dirinya?

‘Kring…. Kring’

Soojung menyeka air matanya, tangannya terulur mencari benda canggih yang berada di dalam tas miliknya. Gadis itu mengerut melihat nama yang tertera di ponselnya. Myungsoo? Solma, suatu hal telah terjadi? Soojung segera menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponselnya dengan telinga kananya.

“Soojung-ah.” Lirih sang penelpon.

Soojung semakin dibuat bingung oleh suara lirih yang terdengar dari seberang telfon. Hei, sebenarnya apa yang terjadi.

“Oppa, wae geurae?” Serunya panic.

“Mengapa aku begitu bodoh, Soojung-ah? Mengapa aku menjadi namja egois seperti ini? Mengapa aku tak menyadarinya, hah? Wae? Waerago?” Racaunya. “Apa yang terjadi, hah? Kau sekarang dimana? Berbicara yang jelas, jebal!” Soojung memekik, jantungnya bergemuruh cepat saat ini. Entah mengapa, dirinya memiliki firasat buruk dan itu membuatnya frustasi.

“Seoul hospital.”

Tanpa membalas perkaataan Myungsoo, gadis itu segera menutup sambungan telfonnya dan mulai melangkah pergi menuju dimana kedua manusia yang penting untuknya berada.

———————————————

“Oppa!”

Soojung berseru lantang, kedua kakinya melangkah cepat menyusuri koridor rumah sakit hendak menuju kepada sesosok namja yang sedang menangis dan meringkuk di sebuah kursi. “Oppa, sebenarnya apa yang terjadi kepada Sooji, eoh? Malhaebwa!”

Myungsoo mendongakkan, menunjukkan wajah kacaunya yang berderai cairan bening yang bernama air mata. Namja itu menggelengkan kepalanya pelan, lalu membuka suaranya yang terdengar begitu parau dan serak.

“Nan molla. Soojung-ah, mengapa aku membiarkannya seperti itu? Aku menyadarinya bahwa dia sakit saat itu. Namun, egoku terlalu besar dan membiarkannya terluka. Bukankah aku bodoh? Membiarkan sahabatmu terluka seperti itu. Babo!”

Perlahan Soojung mendudukkan dirinya di samping namja yang selalu mengisi harinya akhir- akhir ini. Gadis itu mendesah. Bukan hanya namja itu yang merasa bodoh, namun dirinya juga yang terlampau bodoh.

“Oppa, mengapa kau tak menceritakannya kepadaku, eoh? Mengapa kau membuatku melukai hatinya yang begitu tulus? Seharusnya, kau mengatakan padaku alasanmu yang sesungguhnya menerima ajakan kencanku. Seharusnya kau mengatakannya!”

Soojung mulai menintikkan air matanya. Jujur saja, kini rasa sakit mulai mengerogoti hatinya bahkan sangat sakit rasanya hingga dadanya terasa sangat sesak. Namun, masih pantaskah ia menerima rasa sakit ini mengingat betapa dalam luka yang ia berikan untuk sahabatnya? Sahabat yang selalu ada untuknya dua tahun terakhir?

Sementara itu, Myungsoo menolehkan kepalanya kea rah gadis disampingnya dan menatap gadis yang sedang menangis dengan terkejut. Bagaimana bisa Soojung berkata sedemikian itu? Solma… gadis itu telah mengetahuinya?

“Kau.. neo arra?” Ucapnya.

Soojung mengulum senyum tipisnya. Senyum miris yang tak pernah ia tunjukkan selama ini. Ingat, gadis cantik ini selalu bersikap ceria dan selalu menunjukkan senyum manis yang ia miliki. Ah, siapapun yang melihat gadis seceria Soojung tersenyum miris dengan wajah menyedihkan itu, dapat dipastikan siapapun yang melihatnya terkejut bukan main.

“Apa itu penting disaat seperti ini, oppa? Kufikir tidak.” Sahutnya enteng.

Well, apa kalian ingin tahu mengapa Soojung bisa membaca seluruh keluh kesah sahabat bodohnya itu? Gadis bermarga Bae yang bodoh itu meninggalkan ponsel canggihnya sebelum ia pergi ke toilet saat di restoran tadi, tanpa sengaja. Karena rasa ingin tahu Soojung yang begitu tinggi, gadis itu menggeledah isi ponsel Sooji dan tak sengaja menemukan memo yang berisi keluh kesah sahabatnya. Bukankah ini kebetulan yang indah?

“Hajiman, kau harus tetap menjelaskannya padaku, Soojung.”

Soojung kembali mengulum senyum tipisnya. “Baiklah, aku akan memberi tahumu. Aku tak sengaja membaca diary Sooji yang ia tulis di ponselnya. Bukankah ini kebetulan? Tuhan masih berbaik hati karena membiarkanku mengetahui semua ini. Oppa, neo arra? Aku merasa menjadi sahabat bodoh karena ulahmu. Mengapa kau membiarkanku memberi luka kepada gadis itu, eoh? Mengapa kau melakukan ini semua? Kau pasti memiliki alasan, matchi? Katakanlah, agar aku bisa mengerti.”

Myungsoo terhenyak. Tentu, bukankah sudah jelas ia memiliki alasan melakukan hal konyol seperti ini? Hajiman, apakah ia bisa menceritakan kepada gadis yang tak mengetahui apapun itu? Bagaimana dengan perasaan gadis tak bersalah itu? Ia terlalu jahat memanfaatkan gadis yang begitu tulus mencintainya. Jadi, apa dirinya yang pantas disalahkan?

Mungkin.

“Katakanlah, oppa. Jebal.” Soojung menatap memelas kepada namja disampingnya, membuat namja itu kembali terhenyak. Myungsoo dapat melihatnya dengan jelas, gurat kesedihan yang terpancar dari  sorot mata gadis ini. Astaga, apa kini dirinya benar- benar telah menjadi namja buruk?

“Baiklah. Kami memiliki hubungan yang cukup serius semenjak kami SMP, namun semuanya berkhir karena…”

FLASHBACK

“Oppa, eotteokkaji?”

Seorang gadis berponi dengan pipi gembulnya membuka suara menyedihkan miliknya, tak lupa dengan guratan kekhawatiran yang terpancar jelas di wajah cantiknya. Di sisi lain, sang namja mendesah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, semuanya begitu rumit untuk ia hadapi yang hanya siswa biasa yang duduk di bangku kelas 10.

“Oppa, aku tidak ingin kita berpisah. Aku tak sanggup berpisah darimu, bahkan untuk satu waktuku pun aku tak akan sanggup. Oppa, jebal. Lakukanlah sesuatu, aku tidak ingin berpisah darimu. Aku terlalu mencintaimu, aku mencintaimu, oppa.”

Tangis gadis itu mulai pecah. Cairan bening yang sudah tak pernah ia keluarkan, kini mulai membasahi kedua pipinya dan membuat aliran sungai kecil disana. Gadis itu terisak, hatinya di landa kekhawatiran yang begitu mendalam. Akan tetapi, dirinya tak bisa melakukan apapun. Semuanya terlalu rumit untuknya dan hubungannya.

“Aku.. aku juga ingin melakukan sesuatu agar kita berpisah, Sooji-ah. Namun, aku tidak bisa melakukannya. Sulit untuk melihat eommaku yang selalu mengulum senyum paksanya semenjak kepergian appa untuk tersenyum lepas, saat bersama ayahmu. Aku tidak mungkin menghancurkan sejuta kebahagian eommaku yang sulit untuk didapatkan. Aku tak bisa, Sooji-ah.”

“Oppa! Kau keterlaluan! Apa kau tidak memikirkan kebahagianku, eoh? Apa arti diriku tiga tahun ini, eoh? Apa aku tak berarti apa- apa untukmu, hah? Meskipun ibumu yang akan menjadi ibuku kelak, aku tak menyukainya! Aku tidak ingin siapa pun menggantikan posisi eomma! Kumohon oppa, lakukanlah sesuatu. Anni, izinkan aku melakukan sesuatu dan bantulah aku.”

Myungsoo –namja itu-kembali mendesah. Di tatapnya gadis cantik yang berstatus menjadi kekasihnya tiga tahun belakang ini sedih. Tentu. Dirinya ingin membatalkan semua rencana konyol ayah dan ibunya itu. Namun, pantaskan ia menghilangkan senyum dan kebahagian ibunya sendiri? Tuhan, apa yang harus ia lakukan?

“Oppa, jebal. Jika tidak, lebih baik aku mati!” Pekik Sooji.

Myungsoo membulatkan matanya tak percaya dengan sempurna. Apa katanya? Mati? Apa kekasihnya berniat untuk bunuh diri? Astaga, mengapa kekasihnya menjadi senekat ini? Benar- benar sulit dipercaya!

“Yya, jangan berkata hal yang tak masuk akal!”

Sebuah desisan sukses tercipta dari bibir ranum milik si gadis chubby cantik itu. “Cih, kau kira aku bercanda, oppa? Aku akan benar- benar akan melakukannya. Untuk apa aku hidup jika kau akan meninggalkanku? Toh, semua orang juga akan mati. Aku hanya akan mempercepatnya, bukankah itu hal yang mudah?”

Myungsoo semakin membulatkan kedua matanya yang sipit itu. Astaga, rencana gila apa yang dikatakan gadis cantik ini? “Yya! Jangan berbuat hal aneh! Dan buanglah fikiran gilamu itu! Mempercepat? Astaga, setan apa yang merasukimu, eoh?!”

“Maka dari itu kau harus menginzinkanku untuk membatalkan pernikahan itu dan bantulah aku!” Ancamnya.

Myungsoo tertunduk, ia begitu dilemma sekarang. Apa yang harus ia lakukan? Mempertahankan senyum ibunya atau menghapusnya? Atau membiarkan gadis yang dicintainya kehilangan nyawanya atau berada disisinya?

“Baiklah, aku akan membantumu.”

************************

“Lalu, setelah itu kami membuat rencana bodoh itu. Ralat, Sooji yang membuatnya dan aku hanya menuruti perintahnya saja. Meskipun sebenarnya rencana itu salah untuk dilakukan, namun aku tak bisa memberhentikannya mengingat ancaman Sooji yang akan bunuh diri, aku tak bisa membiarkannya kehilangan nyawanya begitu saja. Aku terlalu mencintainya.”

Soojung menatap sendu namja disampingnya. Meskipun Soojung tak mengetahui rencana yang dibuat oleh sahabatnya itu dan apa akibatnya, namun rasanya melihat gurat kesedihan yang sangat jelas di wajah tampan namja bermarga Kim itu, hatinya merasa ikut menjelajahi kesedihan namja yang ia cintai.

“Sebelum pernikahan itu terlaksana, kami berdua menghilang dan membuat kami seolah- olah kami diculik. Kami sebenarnya hanya menginap di sebuah sauna karena kami hanya membawa sedikit uang agar orang tua kami tak mengetahui keberadaan kami. Dan kau tahu betapa khawatirnya ibuku dan ayah Sooji?”

Soojung hanya diam tak merespon. Yang ia harus lakukan saat ini adalah mendnegar semua keluh kesah namja ini, tanpa mensela semua perkataannya.

“Bahkan keduanya membatalkan rencana pernikahan mereka. Dan disaat setelah hari H pernikahan mereka, kami mengirimi SMS dengan nomor yang baru saja kami beli dan memberitahu keberadaan kami. Saat itu memang kami telah mencari sebuah gedung tua milik keluarga Sooji untuk menjadi tempat sandraan palsu kami. Namun, sesuatu terjadi……..”

“Oppa, mengapa mereka belum datang juga? Ini sudah lebih dari tiga jam.” Keluh si gadis berpipi gembul.

Sang namja mengerutkan dahinya dengan wajah anehnya. Geurae, ini sudah lewat dari tiga jam setelah dirinya dan Sooji mengirimkan lokasi mereka dengan ponsel butut yang ia beli kemarin. Namun, mengapa mereka belum tiba juga? Dan mengapa dirinya memiliki firasat buruk yang menghantuinya sejak dirinya tiba di sauna dua hari lalu? Tak mungkin terjadi sesuatu, bukan?

“Entahlah. Aku juga tidak tahu. Apa kita keluar saja dari semua ini dan kembali kerumah? Aku takut jika sesuatu terjadi kepada mereka. Lagipula, mereka sudah membatalkan acara pernikahan mereka bukan? Kau lihat sendiri apa yang ditayangkan cctv di gedung yang menjadi tempat pernikahan itu. Tidak ada pesta apapun disana.”

Well, Suzy memang memiliki otak cerdik dalam hal seperti ini. Untuk mengetahui apa mereka membatalkan pernikahan mereka atau tidak, ia memasang sebuah cctv di aula gedung yang menjadi tempat pernikahan mereka diam- diam dan menyambungkannya dengan laptop yang diam- diam ia beli dengan uang saku yang selalu ia sisikan.

“Shirreo! Kita harus tetap menunggu mereka, oppa. Mungkin mereka terkena macet karena gedung ini cukup jauh dari rumahku maupun rumahmu. Bersabarlah dan hanya menunggu.”

Myungsoo menangguk mengiyakan perkataan gadisnya. Terlalu rumit jika ia menbantah ucapan kekasihnya, akan ada seribu kata untuk mengalahkan sejumlah alasan yang ia miliki. Ia sempat heran, gadisnya bukan seperti ini yang ia kenal. Gadisnya perlahan mulai berubah saat mereka mengetahui kedua orang tuanya memilki hubungan lebih. Gadisnya benar- benar menjadi berlebihan dan seperti ini. Aneh.

Myungsoo memandang sejenak ponsel miliknya yang mati. Ia sengaja mematikan ponsel Suzy maipun ponselnya, karena mereka berdua yakin kedua orang tuanya pasti akan melacak ponselnya. Eyy, kedua orang tua mereka pasti belum melaporkan kepada pihak berkewajiban, keduanya akan lebih memilih untuk meyewa agen yang terpercaya. Karena menurut keduanya polisi selalu bertindak lamban dalam menyinggapi suatu hal.

Dan ketika keduanya telah menemukan akar dari masalah, barulah mereka akan melaporkan hal itu ke pihak berwajib. Sama halnya dalam kasus korupsi yang pernah menimpa perusaahaan keluarga milik keluarga Bae. Bukankah cara seperti ini sedikit lebih aneh? Mungkin ini efek dari drama yang selalu ia tonton, dan polisi yang selalu datang terlambat. Bisa saja, bukan?

“Aku akan menyalahkan ponselku.” Ujarnya yang hanya di angguki gadisnya, gadisnya terlalu sibuk memainkan lapotop baru miliknya dan memakan cemilan yang ia beli sebelum tiba disini. Benar- benar sibuk.

Myungsoo tersenyum keci; saat melihat puluhan pesan dan panggilan yang tertera di ponselnya. Ibunya benar- benar sangat mengkhawatirkan dirinya, bukankah dirinya terlalu jahat kepada wanita yang sangat menyanyanginya?

Perlahan jemarinya dengan lincah membuka icon pesan yang ada diponselnya, kerutan didahinya mulai menampak saat melihat pesan aneh yang tak ia mengerti. Bukankah nomor ini nomor sebuah rumah sakit? Dengan segera, jemarinya membuka sebuah pesan itu.

‘Maaf, apa ini benar putra dari Kim Sora-ssi dan Bae Jongsuk-ssi? Kami dari pihak rumah sakit Seoul mengabarkan bahwa ibu anda dan ayah anda kini berada dalam rumah sakit karena kecelakaan mobil. Kami sudah menghubungi pihak kantor namun saya rasa kami harus mengubungi anda juga. Terimah kasih, dan secepatnya usahakan datang ke rumah sakit karena baik ayah atau ibu anda dalam keadaan kritis. TErimah kasih’

Tanpa sadar namja itu menjatuhkan ponsel canggih miliknya. Seluruh tubuhnya bergetar hebat tak karuan, derai air mata kini menghiasi wajah tampan miliknya. Namja itu menangis dan terisak tak percaya. Tuhan, sebenarnya apa yang telah ia lakukan?

“Maldo andwae!”

Sooji yang mendengarnya sontak menolehkan kepalanya kea rah namjanya. Kedua matanya membulat terkejut melihat namjanya yang sedang menangis tak karuan. Dengan cekatan ia mendekat kearah namja itu dan memegang kedua bahunya untuk menenangkannya.

“Waeyeo, oppa?”

Myungsoo menoleh, ia tersenyum sinis ke arah gadisnya membuat sang gadis terkesiap. Dengan kasar ia melepaskan kedua tangan yang bertengger di bahunya, dan lagi- lagi membuat sang gadis terkesiap dan tertegun. Hei, sebenarnya apa yang terjadi?

“Kau sudah puas, hah?! Mengapa aku menuruti perintah dari gadis sepertimu?! Kau menggelikan! Kau menghancurkan semuanya!” Bentaknya.

Tanpa berlama- lama, namja itu segera pergi dari hadapan gadisnya menuju rumah sakit. Sementara itu, tubuh Sooji kini bergetar dengan hebat menerima perilaku kasar dari namjanya dan setelah dirinya membaca pesan dari ponsel milik Myungsoo yang tertinggal. Gadis itu menangis dengan keras. Tuhan, mengapa dirinya begitu jahat?

“Maldo andwae!”

 

“Dan setelah itu, kabar buruk menimpa diriku. Ibuku meninggal karena kecelakaan naas itu, bahkan aku belum sempat mengucapkan kata maaf karena rencana bodoku itu. Aku sangat merasa bersalah, Soojung-ah. Bahkan hingga saat ini, namun aku tak bisa membenci Sooji sepenuhnya, yang telah menyebabkan ibuku tiada dan meninggalkanku saat aku membutuhkannya.” Isak Myungsoo.

Soojung membuka mulutnya tak percaya. Air matanya terus mengalir sejak tadi tanpa henti. Mengapa dirinya merasa takdir begitu kejam untuk keduanya? Mengapa dirinya bodoh karena selama ini tak mengetahui luka dalam yang sahabatnya miliki? Astaga, lagi- lagi dirinya menjadi merasa tak berguna.

“Oppa, itu sudah masa lalu. Semuanya telah berlalu, dan lepaskanlah semuanya. Jangan memiliki dendam atau apapun itu, oppa. Lepaskanlah semuanya mulai saat ini, Sooji tak sepenuhnya bersalah. Jika aku jadinya, aku akan melakukan hal yang sama untuk mempertahankan kebahagianku. Karena semua orang ingin memiliki kebahagian dan terpaksa bersikap egois. Hidup bukanlah seperti di drama, oppa. Percayalah, dan maafkan Sooji, oppa. Aku mohon.”

Myungsoo kembali terdiam. Sebenarnya jauh di lubuk hatinya ia ingin memaafkan gadis yang masih ia cintai, namun egonya selalu berkehendak lain. Egonya terlalu tinggi dan rasa sakit yang terus berganti rasa ingin membalas perlakuan gadis itu membuat hatinya tak bisa memaafkan kesalahan gadis yang ia cintai. Terlalu rumit, bukan?

“Aku.. “

“Maaf, apa ada keluarga dari Bae Sooji disini?” Seru sang dokter.

Baik Myungsoo maupun Soojung sontak bangkit dari duduknya dan menangkat tangan mereka serentak. Keduanya menatap cemas namja tua berjas dengan wajah yang dihiasi peluh keringat setelah lebih dari setengah jam berada didalam ruang UGD.

“Saya sahabatnya dan saya mengetahui keluarganya. Apa yang telah terjadi dengannya, Uisanim? Bisakah kami melihatnya? Kami sangat khwatir.” Seru Soojung.

Sang dokter peruh baya itu menghembuskan nafasnya. “Aku akan memberitahukannya kepada kalian. Tetapi, tidak disini. Mari ikuti saya.”

———————————————————–

“Uisanim, sebenarnya apa yang terjadi dengan Sooji?” Tanya Myungsoo.

Sang dokter menggelengkan kepalanya, tangan kananya terulur memijit pelipisnya yang terasa pening seketika. Jelas,ia kenal dengan pasien yang baru saja ia tangani. Bahkan, teramat mengenali sosok gadis cantik itu.

“Uisanim?”

Sang Dokter mendesah sebelum membuka suaranya. “Kalian tak mengetahuinya? Apa Suzy belum pernah menceritakannya kepada kalian? Pasti belum, maja? Geundae, ku fikir sebagai pamannya saya berhak menceritakannya kepada kalian karena kalian orang penting dalam hidupnya.”

Myungsoo dan Soojung mengerutkan dahinya bingung, raut cemas dan khawatir masih terpancar jelas di wajah tampan dan cantik mereka. Dan hei, mengapa dokter tua ini terlalu berbelit? Astaga, apa yang sebenarnya terjadi dengan Suzy?

“Apa maksud anda, Dok?” Soojung menyahut.

“Sooji mengidap kanker otak, dan kanker itu mulai menyebar. Ia harus segera ditangaini.”

Myungsoo dan Soojung membulatkan matanya tak percaya? Apa katanya? Kanker otak? Sulit dipercaya. Bagaimana bisa? Solma.. apa saat di kantin gadis boodoh itu benar- benar kesakitan? Dan saat Myungsoo melihat gadis itu merintih karena penyakitnya itu? Maldo andwae!

“Mal.. do..”

“Sebenarnya tiga tahun lalu Sooji telah mengidap penyakit ini. Akan tetapi, gadis itu beranggapan penyakit ini adalah penyakit biasa. Hingga, suatu hari tidak lama setelah kecelakaan Tuan Bae gadis itu jatuh pingsan dan dilarikan kerumah sakit. Dan fakta mengejutkan keluarga Bae terima, termasuk saya sebagai paman dan dokternya. Ia mengidap kanker otak stadium akhir, dan hal itu yang membuat gadis itu dilarikan ke Amerika untuk pengobatannya karena di Korea belum memiliki pengobatan ampuh untuk penyakitnya. Sangat lega melihatnya selamat dan kembali menunjukkan senyumnya.” Jelasnya.

“Namun, sepertinya penyakitnya mulai kembali lagi. Kami harus segera menanganinya, jika tidak Sooji tidak akan selamat. Kalian tahu? Sooji terkadang akan menjadi gadis bodoh, ah ani ia memang gadis bodoh. Ia selalu tersenyum dan berpura- pura baik- baik saja padahal gadis itu tersiksa. Bukankah ia terlalu bodoh untuk menyembunyikannya? Dan terkadang membuat saya membenci sikapnya itu.”

Soojung terhenyak, cairan bening kembali memberontak keluar dari kedua pelupuk matanya. Mengapa dirinya lagi- lagi menjadi sahabat bodoh untuknya? Mengapa ia tidak menyadari semua rasa sakit sahabatnya? Mengapa dirinya terlalu memikirkan dirinya tanpa memperhatikan sahabatnya sekalipun? Astaga, sahabat macam apa dirinya?

Disisi lain, tak jauh dari keadaan Soojung, air mata namja itu mulai mengalir dengan derasnya. Dadanya terasa sakit dan sangat sesak hingga rasanya sulit untuk bernafas. Mengapa dirinya merasa harus berebut oksigen?

Oppa, mianhae. Aku bersalah, dan maafkan aku.” Sooji sedari tadi tak henti- hentinya mengucapkan kalimat- kalimat seperti itu. Gadis itu kini sedang berlutut dihadapan namja yang sedang menatap dingin kearahnya, dan dipenuhi dengan kebencian.

“Kka!” Ujarnya dingin.

Namun, gadis itu tak menyerah. Hanya inilah yang bisa ia lakukan untuk menebus segala kebodohan yang telah ia lakukan. Geurae, mungkin memang dirinya tidak akan pernah mendapat kata maaf darinya karena memang kesalahan yang ia lakukan sangat fatal. Karena keegoisan yang terpendam dalam hatinya.

“Oppa, maafkan aku. Jebal.” Ujarnya lagi.

Namja itu memicingkan mata tajamnya kepada gadis dihadapannya yang sedang berlutut itu. Kedua mata tajam miliknya semakin memicing, melihat si gadis dengan peluh keringat, bibir bawahnya yang ia gigit hingga mengeluarkan cairan merah berbau anyir, kerutan yang begitu dalam tercipta di wajah cantiknya. Mengapa diriinya merasa yeoja ini sedang kesakitan?

‘Aniya, Myungsoo. Dia yang telah menghancurkan dan membuatmu kehilangan orang yang kau sangat cintai. Kau tak boleh memaafkannya apalagi peduli dengannya. Buanglah rasa cintamu itu, dan usirlah gadis itu!’ Batinnya.

“Kka! Percuma saja jika kau berlutut hingga kau mati disini! Karena sampai kapan pun aku tidak akan memaafkanmu! Kau hanya yeoja pembawa sial yang masuk kedalam kehidupanku! Kau! Enyahlah dari kehidupanku dan jangan pernah tunjukkan wajahmu yang menjijikan itu!” Bentaknya.

Sooji perlahan mulai mendongak, kemudian ia mengulum senyum simpulnya. Senyum terakhir untuk namja dihadapannya. Bagaimanapun dirinya tidak akan pernah bertemu lagi dengan namja ini, karena sebentar lagi dirinya akan menghilang. Dan mungkin untuk selamanya.

Gadis itu mulai beranjak dari duduknya dan membuka suranya. “Arra, aku akan pergi. Bahkan untuk selamanya. Aku berharap ketika aku telah berada jauh disana, kau sudah memaafkanku. Bagaimana pun itu memang kesalahanku, dan aku pantas mendapatkan hukuman seperti ini. Mungkin lebih, karena Tuhan telah membalas perbuatanku. Dan kau tidak perlu khawatir untuk membuatku menderita karena Tuhan telah berbaik hati memberikan hukuman kepadaku. Aku pergi, oppa. Maafkan aku dan jagalah dirimu baik- baik.”

———————————————-

Soojung menatap sendu gadis yang sedang memejamkan matanya dihadapannya. Sudah lebih dari satu jam, dirinya hanya berdiri di samping ranjang si gadis dan menatapnya dengan wajahnya yang menyedihkan. Myungsoo kini sedang bergegas pulang untuk mengambil keperluan untuk menginap di rumah sakit, sementara Tuan Bae sedang dalam perjalanan karena dirinya sedang berada di Amerika.

“Sooji-ah, mianhae. Aku sahabat yang begitu buruk, matchi?” Gumamnya.

Perlahan cairan bening bak krystal itu mulai berjatuhan, memberontak keluar dari persembunyiannya. Kini, cairan bening itu mulai jatuh dengan derasnya membentuk aliran sungai kecil disana tanpa ada putusnya. Seperti air terjun yang tidak akan pernah kehabisan persedian air.

Gadis itu sontak menghentikan tangisnya saat jemari tangan sahabatnya mulai bergerak. Dan perlahan, kedua mata Suzy membuka dengan indahnya. Membuat Soojung sontak mendekatkan dirinya kepada sahabatnya. Ia menatap khwatir sahabatnya.

“Sooji-ah, gwenchanha?” Seurnya dengan suara parau.

Sooji mengeryit, namun tetap mengangguk. Gadis itu menunjuk air putih yang berada disamping meja, dan dengan cekatan Soojung mengambilnya dan mulai membantu sahabatnya itu meminum air yang telah disediakan. Kedua mata indah milik Suzy mengamati wajah Soojung yang terlihat kacau, gadis itu menangis, geutchi?

“Ah, aku panggil dokter dulu!”

“Ani, tetaplah disini. Kumohon.” Sela Suzy.

Soojung yang hendak melangkah pergi sontak menghentikan langkahnya, ia menatap wajah cantik milik Suzy dengan sedih. Kebodohan- kebodohan yang telah ia lakukan kini memutar dikepalanya, membuat lagi- lagi air matanya kembali meronta dan keluar. Gadis itu memukul pelan bahu Suzy, ia benar- benar tak tahu harus melakukan apa saat ini. Perasannya begitu berkecamuk.

“Yya, wae geurae?”

“Babo. Mengapa kau menyembunyikan dan menyimpan luka sedalam itu sendirian? Mengapa kau membiarkanku memberi luka kepadamu? Mengapa kau membuatku terlihat bodoh? Mengapa kau membuatku menjadi sahabat yang tak berguna? Apa kau tidak menganggapku, eoh? Mengapa.. mengapa… “ Racaunya di sela isakannya.

Suzy, gadis itu tertegun. Apa Soojung telah mengetahui semuanya? Bagaimana bisa? Hah, bukankah sepintar apapun menyembunyikan sesuautu, suatu saat pasti akan terbongkar juga, bukan? Bukankah pepatah itu benar? Sepintar apapun kau menyembunyikan bangkai, suatu saat bau busuk itu akan tercium juga.

“Kau mengetahuinya?”

Soojung sontak menghentikan pukulannya, kedua matanya menatap kesal gadis dihadapannya. OhGod! Apakah penting pertanyaan itu saaat ini? Mengapa Myungsoo dan gadis ini mengatakan hal yang sama? Bukankah mereka jodoh?

“Apa itu penting?” Deliknya.

“Aniya. Mianhae, Soojung-ah. Aku bukannya tak menganggapmu sebagai sahabatku, namun aku tak ingin membagi kesedihanku dengan orang lain dan membuatnya khwatir. Nan shirreoyeo, itu menyebalkan untukku. Jadi jangan salah faham, ne? Dan maaf telah membuatmu merasa buruk seperti itu. Mianhae.”

Soojung mendesis. Astaga, apa gadis ini benar- benar memiliki sifat sok tegar seperti ini? Khawatir? Gadis itu hanya membuatnya menjadi sangat menyesal jika selalu bersikap seperti ini. Mau sampai kapan dirinya akan menyesal karena bodoh tak memahami sahabatnya sendiri?

“Yya, kau ini! Mulai saat ini kau harus terbuka apapun itu! Kau harus bercerita dan berkeluh kesah denganku, bukannya dengan ponselmu, bodoh! Ponselmu itu takkan bisa berbicara dan memberikan solusi, arra?”

Sooji sontak membulatkan matanya. “Mwo? Solmaa… Kau membacanya? Bagaimana bisa?”

Soojung mengedikkan kedua bahunya, lalu ia mulai membuka suaranya membaca kata demi kata yang Suzy ucapkan dalam diarinya itu dengan nada mengejeknya. Oh Tidak! Sepertinya aka ada perang dunia ketiga setelah ini.

“Yya! Hentikan!”

————————–

“Apa harus, Minhyuk-ah?”

Jongsuk membuka suaranya, terpancar sorot kekhawatiran disana. Tentu saja. Orang tua mana yang tidak khwatir melihat anaknya di landa musibah seperti ini? Sementara sang dokter mendesah, lalu menggelengkan kepalanya.

“Kau tahu sendiri kami belum menemukan cara yang sempurna untuk mengobati kanker otak, KOngsuk-ah. Kemotrapy tidak akan berhasil dengan sempurna, kau harus membawanya ke Amerika seperti tiga tahun lalu. Aku yakin, kini pemgobatan itu telah sempurna saat ini. Kau harus membawanya pergi.” Jelas Minhyuk.

“Aku tak mempersalahkannya, hanya saja aku tak tega melihat putriku kesakitan dan menjerit saat menjalani pengobatan itu. Aku tak mungkin membiarkannya kesakitan untuk kedua kalinya, Minhyuk-ah.” Tuan Bae –Jongsuk- menundukkan kepalanya, kesedihan selalu mendatanginya saat dirinya mengingat jerit kesakitan putrinya.

“Aku mengerti. Geundae, semua ini untuk kebaikannya. Sooji pasti bisa melewatinya, dank au juga harus kuat agar putrimu juga kuat dalam menghadapi penyakitnya. Kau tak boleh lemah seperti ini untuk kebaikannya, Jongsuk.”

Jongsuk kembali terdiam. Apa dirinya harus membiarkan putrinya kesakitan begitu banyak seperti tiga tahun lalu? Apa dirinya bisa menguatkan hatinya melihat putrinya kesakitan? Hajiman, bukankah semua ini demi kebaikan Sooji?

“Baiklah. Aku akan melakukannya.”

———————————————————-

Myungsoo melangkahkan kakinya memasuki sebuah ruangan VIP dimana seorang gadis sedang terlelap di atas ranjang khas rumah sakit. Seulas senyum terukir di wajah tampannya melihat wajah cantik gadis yang sedang menjelajahi alam mimpinya. Wajah cantik yang mampu menenangkan hatinya, terlihat sangat damai.

Myungsoo mendudukkan dirinya di samping ranjang, kemudian kedua tangannya terulur menggenggam tangan si gadis dengan lembut. Cukup lama kedua mata tajam miliknya menatap wajah gadis yang berhasil membuat jantungnya berdegup untuk pertama kalinya, hingga akhirnya diirnya barulah mulai membuka suaranya.

“Sooji-ah… “ Sahutnya lembut.

Suara lembut itu sukses membuat kedua alis si gadis bertemu. Perlahan, kedua mata Sooji membuka dengan sempurna. Kedua mata indahnya sukses membulat melihat sosok namja yang kini menggenggam tangan kanannya lembut. Mengapa bisa namja ini berada disini?

“My.. myungsoo-ssi?” Ujarnya lagi.

Myungsoo lantas mengulum senyum simpulnya. “Mworago? Myungsoo-ssi? Oppa aniya? Aigoo, kau dulu bahkan selalu memanggilku oppa, ani bahkan kau membuat nama khusus untukku. Myungie oppa, matchi? Mengapa kau menjadi seformal ini? Menyebalkan sekali.”

Sooji mengerjapkan kedua matanya dengan indah. OhGod, ia tak salah dengar bukan? Myungsoo berbicara banyak dengannya dengan nada yang begitu lembut? Apa ini hanya mimpi atau sekedar dunia khayalan yang ia buat?

“Aku tak salah dengarkan? Apa ini mimpi?” Ujarnya.

Myungsoo tertawa kecil mendengarnya. Menurutnya, gadis ini tak berubah tetap seperti gadis polos seperti tiga tahun lalu sebelum kejadian itu terjadi. Benar- benar polos dan menggemaskan, menurutnya.

“Aniya, kau tidak sedang bermimpi, Sooji-ah.”

Bukannya mengangguk mengerti, kerutan di dahinya semakin mendalam. Astaga, apa gadis ini benar- benar dilanda kebingungan? Mengapa otak cerdasnya itu tidak bisa membaca suasana sama sekali? Aigooo…

“Kau pasti bingung, matchi? Nan arrayeo. Kau meninggalkanku bukanlah keinginanmu, kan? Keadaanlah yang membuatmu terpaksa meninggalkanku di saat aku membutuhkanmu. Sasil, bukankah aku yang pantas disalahkan? Bukankah kita berjanji tidak akan pergi jika bukan salah satu di Antara kita memintanya pergi, bukan? Saat itu akulah yang memintamu pergi, dan sudah seharusnya kau pergi. Bukankah aku yang memintamu, mengapa aku baru sadar sekarang? Dan selalu saja menyalahkanmu? Nan babo, geutchi?”

Sooji mengerjap tanpa hentinya. Sedari tadi otaknya terus berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan namja dihadapannya ini. Apa ini bertanda Myungsoo telah mengetahui alasannya dengan mudah meninggalkannya waktu itu?

“Kau sudah mengetahuinya?” Tanyanya sembari mencoba untuk bangkit dari duduknya. Myungsoo yang melihatnya lantas membantu sang gadis dan mengulum senyum manisnya.

“Mengetahui? Mwondae? Ah, mengetahui tindakan bodohmu itu? Menutupi semua rasa sakit yang kau miliki tanpa memberi tahu siapapun? Mengapa kau menjadi gadis bodoh seperti itu? Khawatir? Bukankah kami akan semakin khwatir melihatmu yang selalu bertindak baik- baik saja? Kau seharusnya mencoba lebih memahami perasaan orang lain, arra?”

Myungsoo menjitak kepala gadis cantik bermarga Bae itu, membuat si gadis meringis kesakitan dan reflex gadis itu mengerucutkan bibirnya lucu. Myungsoo tertawa melihatnya, tangannya terulur mengacak rambut si gadis.

“Myungie oppa! Hentikan!” Pekiknya tanpa sadar.

Myungsoo menghentikan aksinya, kedua sudut bibirnya membentuk senyum jahil khas miliknya. Namja itu dengan genitnya mengedipkan sebelah matanya,  membuat Sooji mengeryit dengan wajah anehnya. Mungkin jijik atau semacamnya?

“Kau sudah memanggilku dengan sebutan Myungie? Aigoo, kyeopta.”

Sooji hanya mengerucutkan bibir ranum miliknya, membuat Myungsoo lagi- lagi menahan dirinya untuk tidak menerkam bibir gadis itu. Myungsoo mengulum senyum manisnya, lalu diirnya kembali membuka suara bass khas miliknya itu.

“Sooji-ah, berjanjilah untuk tidak bertindak bodoh seperti itu lagi, ne? Kau malah membuatku khatir jika bertindak seperti ini. Keluarkan semua keluh kesah, luka dan rasa sakit kepadaku. Bagilah denganku, agar kau tak berat menghadapi semua ini sendirian. Karena aku akan selalu berada disisimu dan mendukungmu. Kau mengerti?”

Sooji kembali mengerjapkan matanya lagi. Hatinya bergetar mendengar setiap penuturan kata yang diucapkan namja itu. Lalu, bisakah dirinya berharap semuanya bisa kembali seperti sedia kala? Di mana hanya ada suka, canda dan tawa di kehidupan mereka. Tanpa ada duka maupun air mata yang membrontak keluar. Bisakah?

“Oppa, bisakah semuanya seperti sedia kala?”

Myungsoo mengulum senyumnya lalu mengangguk. “Geroum, wae andwae? Tentu saja, kita bisa melakukannya. Canda, tawa, kebahagian yang kita miliki seperti sedia kala. Asalkan saja kita berdua selalu terbuka dan tidak menyembunyikan apapun. Saling percaya, bukankah itu salah satu syarat dari suatu hubungan?”

Sooji ikut mengulum senyumnya. Ribuan kupu- kupu kini betebar indah di perut miliknya, rasa senang yang sudah lama tak ia rasakan membuncah dan bergejolak di hatinya. Bukankah semua ini terasa seperti mimpi? Tuhan menyanyangi dirinya.

“Nan yagsog, akan selalu terbuka denganmu.” Senyumnya,

“Nado. Ah, aku mengetahui rencana kepergianmu ke Amerika untuk pengobatan. Kau harus kuat, arratchi? Kau harus bisa menghadapi semuanya, maaf karena aku tak bisa menemanimu. Tetapi disini aku akan selalu berdoa untukmu dan mendukungmu. Kau harus kuat, arrasseo?”

Sooji menganggukkkan kepalanya cepat. Ia mengulum senyum manisnya, semanis madu mungkin. “Ne, aku berjanji, oppa. Yagsogi.”

Myungsoo mengulum senyumnya. Perlahan, wajahnya mulai mendekat ke arah wajah Sooji. Sooji yang melihatnya menelan salivanya berat, ia sangat gugup saat ini. Kedua hidung mereka kini telah bersentuhan, seulas senyum terukir di wajah tampan Myungsoo saat namja itu melihat wajah gugup dari si gadis.

Myungsoo perlahan mendaratkan bibirnya di atas bibir si gadis, ia mengulum senyumnya saat dirasanya tubuh Sooji menegang. Ia dapat memakluminya, ini adalah ciuman pertama mereka. Selama berpacaran mereka tak pernah melakukan kontak fisik seperti ini karena umur mereka yang masih terbilang muda. Well, mereka menyadarinya.

Perlahan, Myungsoo menggerakkan bibir tipisnya di atas bibir ranum milik Sooji. Gadis itu semakin menegang dibuatnya, namun perlahan rasa hangat menjalar di sekujur tubuhnya. Tanpa sadar, gadis itu ikut membalas permainan namjanya. Keduanya lantas mengulum senyum bahagia mereka dalam tautan mereka.

————————-

Okay, i’m back. Semoga kalian suka sama cerita saya dan tetap mendukung saya. Dan saya minta maaaf jika masih banyak kesalahan dalam ff saya ini. Baik jalan cerita, pemilihan kata maupun typo yang bertebaran, kkkkk~

Please give me like and comment

Gomawooo

12 responses to “Mianhae (3/3)

Leave a reply to Rani Cancel reply