[Freelance] We Are Not King and Queen Chapter 6

Title : We Are Not King and Queen | Author : kawaiine | Genre : Historical, Marriage-Life, Romance | Rating : PG-17 Main Cast : Bae Soo Ji as Queen Soo Ji,Kim Myungsoo as Kim Myung Soo | Other Cast : Kim Do Yeon as Hee Bin (Selir Tk.1), Lee Min Ho

“This plot and story is pure from my mind. Sorry for typos, don’t be a siders and plagiator. Happy reading :*”

***

Pagi hari menjelang, ini adalah pagi yang sangat berbeda dari biasanya di kediaman Tuan Bae. Para warga yang sedari tadi malam berdo’a untuk putra mahkota, kini kembali meramaikan halaman rumah Tuan Bae yang luas. Mereka masih setia berdo’a. Sooji mengulas senyumnya ketika melihat siapa yang kini berada di sampingnya, yang memeluk dirinya penuh kerinduan—penuh rasa takut kehilangan kembali. Sooji tersenyum, ia kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi suaminya—Myungsoo. Tapi kemudian—Sooji menarik kembali tangannya setelah sekitar 30 detik menyentuh wajah Myungsoo.Bayang-bayang perbincangannya tadi malam dengan Myungsoo melintas dipikirannya.

“Sejujurnya, tentang kematian Dayang Yin, aku menemukan surat di dekat kolamnya—Yang Mulia. Aku tidak akan menceritakannya, tapi biarkan surat ini yang menjelaskannya padamu.” Sooji meraih surat putih di laci lemari kecilnya. Ia kemudian memberikannya pada Myungsoo. Sooji menggendong Dae Jun yang kini tengah bergerak tak nyaman.

Dengan tangan penuh gemetar Myungsoo meraih surat tersebut, ia kemudian membacanya. Sooji tak berani memandangnya—wajah Myungsoo akan penuh dengan amarah, dan benar saja—wajah tampan Myungsoo sekarang seperti kerasukan iblis seribu tahun. Myungsoo dengan cepat bangkit dari duduknya, Sooji tahu ini akan terjadi, dengan cepat ia meraih tangan Myungsoo.

“Sebaiknya kau duduk saja, Cheona…” Sooji berkata dengan sedikit takut—takut akan Myungsoo.

“Aku harus menemui Hyeosang dan Suk Won.” tutur Myungsoo, masih dengan amarahnya—bahkan nada bicaranya tidak seperti biasanya.

“Duduklah.” Myungsoo akhirnya luluh, ia kembali duduk setelah melihat wajah Sooji yang dengan penuh kecemasan akan dirinya. Ia menatap wajah Sooji, wajah putih polosnya. Wajah itu yang selalu menenangkannya dari amarah yang memuncak seperti ini. Sooji kini meraih tangan Myungsoo, menggenggamnya dengan penuh kekhawatiran.

 

“Kau tahu, Yang Mulia… Salah satu sifat burukmu sebagai seorang raja adalah terlalu cepat menyimpulkan sesuatu. Terlalu cepat bertindak tanpa tahu akibat yang akan ditimbulkannya. Dan aku baru mengetahuinya kemarin—saat kau mengusirku dari Istana.” Sooji menatap dalam mata Myungsoo, Myungsoo menunduk, tak kuasa melihat manik mata istrinya.

 

“Lalu,apa  alasanmu menyembunyikan ini semua dariku?” Sooji tersenyum.

 

“Aku mungkin istri yang bodoh, ratu yang kurang bijaksana. Yang terlalu memikirkanmu, terlalu mengkhawatirkan suaminya. Sewaktu kau di perbatasan, aku berjalan-jalan kerumah Dayang Yin, lalu aku bertemu dengan bibi yang mengurus Dayang Yin sejak kecil, lalu ia menyerahkan surat ini padaku. Dan aku, tak bisa memberitahumu karena aku tidak ingin mengganggu kesibukanmu di perbatasan, aku tahu—perbatasan itu sangat penting untuk ketahanan militer Negara ini. Dan aku juga tak mungkin merusak kebahagiaanmu karena telah mendapatkan putra yang kau inginkan—yaitu saat kelahiran Dae Jun. Kau mungkin tak tahu, Cheona… Bagaimana terlukanya diriku saat membaca surat itu, aku merasa bersalah kepadamu—“ Sooji menghentikan perkataannya, ia mengusap pipinya, air mata benar-benar lolos dari pipinya. Dan si kecil Dae Jun—ia mengangkat tangannya keluar dari selimut—hendak mengusap pipi ibunya. Myungsoo hanya terdiam—mendengarkan,memberikan kebebasan untuk Sooji berbicara.

 

“Tapi ternyata alasanku adalah alasan yang tak bermutu—yang menimbulkan timbal buruk untukku. Kau menjadi cemburu—kau menjadi peduli pada Suk Won yang jelas bukan mengandung anakmu. Tapi—Cheona, kau tidak akan tahu bagaimana hati ini tidak akan berantakan ketika kau mengatakan padaku—“Apa yang kau lakukan pada putraku, Jungjeon Mama.” Aku sangat terkejut, itu diluar kendaliku. Tapi aku tahu, Bok Sang tidak salah apapun, ia tak patut menerima kebencian dariku maupun darimu.” Sooji terisak, ingatannya kembali membawa pada saat berada di paviliun Suk Won, begitu juga dengan Myungsoo, ya—ia memang tak akan tahu betapa tersakitinya Sooji kala itu. Myungsoo menggenggam tangan Sooji, duduk dihadapan Sooji. Meraih bahu Sooji, mengusapnya dengan lembut—hendak meminta maaf.

“Suk Won sangat mencintaimu Cheona, dan Pangeran Hyeosang hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan dahulu—tepatnya yang seharusnya ibunya dapatkan. Aku mendengar cerita ini dari pelayan istana terdahulu, aku tahu bahwa ibu dari Pangeran Hyeosang tidak mendapatkan keadilan dari Ayahmu. Ia tak mendapatkan haknya sebagai seorang selir utama, ia tak mendapat cinta dari ayahmu—padahal ia sangat mencintai Ayahmu. Itulah sebabnya ia membenci ibumu, tapi kebencian itu tidak pernah ia tunjukkan pada ibumu. Hingga pada suatu hari, ia mencoba menyelamatkan ibumu—tapi, dengan cara yang salah. Sehingga ia di fitnah begitu kejam oleh Fraksi Barat dan ia di usir dari istana. Pangeran Hyeosang kini yang telah dewasa dan mengerti mencoba melakukan apa saja untuk membalaskan dendam ibunya pada kerajaan yang tidak adil padanya.”

“Aku mohon, kau jangan bertindak gegabah Yang Mulia. Cukuplah diam saja setelah mengetahui apa yang Dayang Yin tulis dan apa yang telah kau baca. Dengan seperti itu, mereka tidak akan curiga. Kau harus bersikap seperti biasanya. Tapi—itu bukan berarti kau diam dan berhenti mengawasi mereka, awasi setiap gerak gerik mereka Yang Mulia.”

“Dengan cara apa?” tanya Myungsoo penasaran, Sooji ini pintar untuk mencari solusi yang tepat.

 

“Aku dengar dari Jo Sanggung, pelayan Suk Won berkurang satu, kau harus mengirimkan kepercayaanmu untuk menyelidiki ini semua. Apa yang akan mereka lakukan, dan jangan lupa kirimkan satu lagi untuk mengawasi pangeran Hyeosang.” Myungsoo mengangguk.

“Aku ingin kau kembali ke istana—Sooji-ah.” Sooji menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum.

 

“Semua orang akan curiga jika aku kembali dengan cepat Yang Mulia. Aku hanya ingin kau berjanji padaku.”

“Apapun itu—katakanlah.”

“Bawalah Dae Jun bersamamu, hanya Dae Jun yang akan menyelamatkanmu, kita, dan Negara ini.”

 

“Bagaimana denganmu? Aku tidak mungkin membiarkanmu disini untuk waktu yang lama—aku tak mungkin bisa hidup di istana dengan tenang jika tak bersamamu.” Sooji tersenyum, ia kemudian mengulurkan salah satu telapak tangannya untuk mengusap pipi Myungsoo.

 

“Rumah ini, akan selalu terbuka kapanpun kau akan mengunjunginya—termasuk setiap kali kau akan mengunjungiku. Aku tak akan pernah menutupnya.” Myungsoo tersenyum.

 

“Kau sangat pintar. Aku sangat malu dengan kecerdasanmu. Aigoo…Sepertinya Dae Jun akan cerdas sepertimu.” Sooji terkekeh pelan mendengar ucapan Myungsoo.

 

“Aku sangat terkejut melihat banyak sekali orang-orang diluar yang berdo’a untuk kesembuhan Dae Jun.”

“Aku juga tidak pernah menyangka akan seperti ini.” Myungsoo tersenyum, pandangannya beralih pada Dae Jun yang kini sudah terlelap. Sooji juga mengikuti arah pandang Myungsoo, ia lalu menidurkan Dae Jun di tempat bayi yang sudah ia buat bersama Nyonya Bae.

“Sooji-ah…” Myungsoo menatap Sooji kembali, tatapan yang pernah Sooji terima—sekali dalam seumur hidupnya—ketika di malam ia resmi menjadi seorang ratu. Sebetulnya ia sedikit takut, kini tangan Myungsoo meraih otgeoreum hanbok Sooji dan menariknya dengan perlahan. Myungsoo menatap Sooji, Sooji juga menatap Myungsoo kembali dan mengangguk.

“Saranghae…” itulah ucapan terakhir Myungsoo—sebelum malam indah ini berakhir.

Myungsoo mengerjapkan matanya ketika dirasa matahari sudah beranjak naik menembus jendela-jendela kamar Sooji. Myungsoo membuka matanya—ia tersenyum penuh kemenangan—diciumnya lembut kening Sooji—ucapan selamat pagi.­

“Apakah Dae Jun sudah bangun?” tanya Myungsoo, Sooji menggeleng.

“Ia sama-sama suka tidur—seperti ayahnya.” Myungsoo terkekeh pelan.

“Ayah dan Ibumu mungkin akan marah jika mengetahui bahwa aku ada disini.” Sooji menggeleng.

“Tidak… itu tak akan terjadi Cheona…” Myungsoo tersenyum,menatap Sooji kembali.

“Kau sangat cantik…Pantas saja Hyeosang dahulu menyukaimu.”

“Meskipu banyak pria menyukaiku, tapi hanya satu orang yang akan kucintai. Yaitu—kau. Dan Dae Jun.” Myungsoo mengeratkan kembali pelukannya pada Sooji, ia memejamkan matanya. Sooji membelai rambut Myungsoo.

“Kau harus kembali ke istana Yang Mulia. Para pengawal akan kebingungan mencarimu.”

Ratu Kim menggebrak meja di hadapannya dengan keras, ia mengomel pada pengawal Raja. Ia marah—bagaimana bisa pengawal Raja lengah dan tak tahu dimana Raja sekarang. Kasim Chun hanya membungkuk meminta maaf.

“Apa yang sebenarnya kalian lakukan semalam? Bagaimana bisa tak  ada yang mengetahui kemana perginya Yang Mulia Raja?”

“Sewaktu Yang Mulia mabuk—ia mengancam kami untuk tidak mengikutinya Yang Mulia Ratu. Tapi—“ perkataan terakhir kasim Chun membuat Ratu Kim menoleh, mencari penjelasan.

“Ia berkata bahwa ia ingin mengunjungi Sooji—ani, maksudku—Yang Mulia Ratu Soo.” jawab Kasim Chun. Ratu Kim kini bangkit dari duduknya, ia kemudian berjalan keluar, ketika ia berjalan keluar—ia terkejut. Lalu membungkukan badannya.

“Kau sudah kembali Cheona.” Raja hanya tersenyum sinis. Ia kemudian masuk kedalam kamarnya.

“Keperluan apa yang membuatmu pagi-pagi sekali mengunjungi kamarku?” tanya Raja. Ratunya hanya menunduk dan mengikuti Raja, lalu duduk di hadapannya.

“Maaf atas kelancanganku Yang MUlia. Tapi ku dengar kau mengunjungi Yang Mulia Ratu Soo.”

“Apakah tidak boleh aku mengunjungi anakku sendiri? Dae Jun sakit—dan membutuhkanku. Sooji terluka—ia lebih membutuhkanku. Dibandingkan kau yang kini senang atas tahtamu—kau tidak membutuhkanku kan? Aigoo…Ratuku ini sangat luar biasa—keterlaluan.”

“Cheona, atas dasar apa kau berkata seperti itu? Yang Mulia Ratu Soo hanyalah bagian dari masa lalumu. Dae Jun juga tak mungkin kembali ke istana. Kau harus mengingatnya Cheona,bahwa ada Bok Sang dan aku yang membutuhkanmu.” Myungsoo tertawa keras.

“Satu hal yang harus kau ingat—meskipun Sooji kini bukan seorang ratu—tapi ia adalah ratu di hatiku, tak akan pernah ada yang bisa menggantikan tahtanya. Meskipun kau dengan keras berkata padaku aku harus melupakan Sooji. Melupakan Sooji merupakan kesalahan terbesarku. Dan  kau harus tahu—Putra Mahkotaku adalah Dae Jun. Aku tak akan pernah memberikannya pada siapapun.” Myungsoo kini bangkit dari duduknya, ia meninggalkan Ratu Kim yang kini tengah meremas hanboknya, dan menitikkan air mata di pelupuk matanya. Wajahnya memerah menahan amarah.

Para dayang di bagian dapur bekerja dengan tanpa semangat. Mereka memasak seadanya. Kepala dayang Nam terduduk di kursi yang berada di dapur.

“Kalian bekerjalah dengan baik dan benar. Aigoo… biasanya Ratu Soo akan mengunjungi kita disela-sela seperti ini…” ujar Kepala Dayang Nam, para pelayan hanya mengangguk dan menyetujui ucapan Kepala Dayang Nam.

“Aku merindukan Ratu Soo, meskipun ia kini sudah berada di luar kerajaan—tapi apakah ia tidak boleh berkunjung kemari?” tanya salah satu dayang.

“Andai saja Yang Mulia—“ ucapan salah satu dayang tersebut terhenti ketika Ratu Kim memasuki area dapur.

“Apa yang kalian kerjakan?! Seharusnya kalian bekerja bukan membicarakan Ratu terdahulu yang sudah di gulingkan. Jika aku menemukan kalian seperti ini lagi—aku tak segan mengeluarkan kalian dari istana.” ujar Ratu Kim, Kepala Dayang Nam meminta maaf pada Ratu Kim, tapi Ratu Kim dengan cepat meninggalkan area dapur. Dalam hatinya mengumpat, pengaruh Sooji disini benar-benar besar. Sedangkan ia hanyalah seorang Ratu yang dibenci—dibenci semuanya.

Sudah tiga bulan Sooji dikeluarkan dari istana, ia kini sedang menimang Dae Jun yang sudah sembuh di pangkuannya. Sooji kemudian mengajak Dae Jun berjalan-jalan keluar. Dilihatnya Nyonya Bae dan Jo Sanggung yang tengah memasak disana. Sooji tersenyum. Shiyoung dan Da Ra kini sudah besar, mereka sedang bermain-main di halaman rumah, Da Ra berteriak ketika melihat Sooji berada di teras kamarnya.

“Putra Mahkota Dae Jun!” Da Ra kini berlari ke  arah Sooji. Sooji tersenyum.

“Bukankah ia masih sakit?” tanya Da Ra, Sooji menggeleng.

“Dae Jun sudah sembuh dan sudah bisa keluar dari kamar. Tidak baik jika di dalam terus. Dae Jun akan bosan. Apakah Da Ra sudah makan?” tanya Sooji. Da Ra mengangguk.

“Tadi Yeol Eonni yang menyuapiku Jungjeon Mama.” Sooji tersenyum.

“Kemana Yang Mulia Raja? Apakah ia tak mengunjungimu lagi?” tanya Da Ra, ya—semua penghuni di rumah ini sudah tahu bahwa Myungsoo selalu mengunjungi Sooji.

“Mungkin ia sedang sibuk—aku tak ingin mengganggunya.”

Jo Sanggung menghampiri Sooji, ia menatap Dae Jun yang kini sedang di pangkuan Sooji.

“Jungjeon Mama, apakah Putra Mahkota Dae Jun sudah sembuh? Ku lihat cacarnya kini berkurang, nyaris tidak ada.” Sooji tersenyum mengangguk.

“Ini berkat warga yang mendoakannya. Jo Sanggung, aku ingin berjalan-jalan ke pasar, aku ingin membeli bahan untuk membuat baju.” Jo Sanggung mengangguk.

Ratu Kim kini telah bersiap—mematut diri di hadapan cermin, ia kemudian berjalan keluar—mengunjungi kamar Raja. Myungsoo hanya mendengus ketika dilihatnya Ratu Kim di hadapannya.

“Cheona, bagaimana dengan berjalan-jalan ke pasar? Aku ingin mengenal lebih dekat rakyat-rakyatku.” ujar Ratu Kim, Myungsoo kini terdiam, hanya Sooji yang dikenal rakyat-rakyat disana. Dan Ratu Kim ini semakin hari semakin meniru kebiasaan Sooji.

“Aku akan menyusul nanti. Kau duluan saja.” Ratu Kim kini mengangguk, berjalan keluar dari kamar Myungsoo. Pangeran Hyeosang kini menunggu diluar, menunggu Ratu Kim. Berjalan bersama.

“Apa yang kau lakukan? Yang Mulia akan curiga.” ujar Ratu Kim, Hyeosang tersenyum.

“Aku merindukanmu dan merindukan Boksang.” Ratu Kim tersenyum.

“Kau bisa mengunjunginya kapan saja.”

Sooji kini berjalan-jalan di pasar, para rakyatnya menyambut dengan gembira. Sooji tersenyum bahagia, kebaikannya memang di akui di Negara ini, terbukti sejak Sooji memerintah banyak sekali perubahan pada negaranya, preman-preman pasar yang berkeliaran di pasar kini menjadi keamanan di pasar, mereka di latih terlebih dahulu oleh militer kerajaan, dan rakyatnya kini sudah 90% bisa membaca dan menulis, ini berkat perpustakaan umum yang Sooji bangun dan ajaran dari para guru dari sarjana Sungkyunkwan, dan jangan lupakan lagi—warganya yang kini jauh dari kata sakit—busung lapar, atau apapun itu, mereka kini selalu mendapatkan makanan gratis dari rumah penampungan, dengan syarat bisa membaca atau menulis meski hanya satu huruf.

Sooji bersama Jo Sanggung dan Dae Jun di pangkuan Jo Sanggung kini berada di ujung pasar yang menghubungkannya dengan istana belakang, Sooji tengah memilih bahan bahan yang bagus untuk membuat baju. Tapi kemudian fokusnya kini beralih—beralih pada gerbang belakang istana yang terbuka.

“Bersihkan jalan, Yang Mulia Ratu akan lewat.” para rakyat di pasar berdiri di samping Sooji, kini Sooji ada di barisan depan , hendak melihat Ratu Kim yang kini tengah berbahagia atas tahtanya. Sooji tersenyum lalu membungkukan badannya memberi hormat pada Ratu Kim.

“Wajahnya tidak cantik seperti Yang Mulia Ratu Soo.” bisik seorang ahjumma, Jo Sanggung tersenyum. Tiba-tiba beberapa sayuran kini menyerang Ratu Kim. Ratu Kim di lempari sayuran dan tomat-tomat yang membusuk.

“Apa yang kalian lakukan pada Ratu Kim? Apakah kalian ingin mati?!!!!” ujar Hong Sanggung yang kini berusaha melindungi Ratu Kim.

“Aku tidak sudi memanggilnya seorang ratu atau mengakuinya, Ia pantas mendapatkan itu karena telah memfitnah Ratu kami, Yang Mulia Ratu Soo.” ujar salah satu Ahjumma, Sooji yang kini berdiri hanya menatap ke belakang, melihat rakyatnya yang kini tengah menyetujui perkataan ahjumma tadi. Bersorak-sorak.

“Yang Mulia Ratu Soo, apakah kau mempengaruhi semua rakyat untuk membenciku? Setelah kau berusaha membunuh putraku, dan menggoda Yang Mulia untuk terus menerus mendatangi rumahmu, kini kau mempengaruhi rakyatku untuk membenci ratunya sendiri?”  ujar Ratu Kim, ia kini tersenyum licik, kata-kata itu sontak membuat Sooji geram, Sooji tak terima dengan perkataan “menggoda Yang Mulia”.

“Beraninya kau berkata seperti itu pada Ratuku! Keterlaluan!” teriak semua rakyat, Sooji yang memanas tadi kini hatinya terasa dingin, rakyatnya masih membela dirinya, membela kebenaran yang ada.

“Aku tak menggoda Yang Mulia.” ujar Sooji, Ratu Kim tertawa sinis, ia sebetulnya hendak mempermalukan Sooji.

“Sooji tak menggodaku.” ujar seseorang di belakang sana—Myungsoo. Sooji tersenyum sekaligus terkejut.

“Aku yang selalu merindukannya. Apakah aku salah—Jungjeon Mama?” tanya Myungsoo, hilang sudah harapan Ratu Kim—semua orang membela Sooji, tak ada yang berpihak untuk dirinya. Ratu Kim kini meremas hanboknya.

“Mereka membencimu karena kau telah memfitnah Sooji, mereka membencimu karena kau tidak dapat seperti Sooji, tidak—kau tidak akan pernah bisa seperti Sooji.” ujar Myungsoo, rakyat bersorak-sorai menyetujui ucapan Myungsoo. Myungsoo kini berjalan mendekati Sooji, meraih tangan Sooji—menatapnya.

“Ayo—kita pulang.” ujar Myungsoo, Sooji menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Ia terharu mendengar ucapan Myungsoo tadi. Kini semua warga bertanya-tanya, jika Myungsoo tahu bahwa itu adalah fitnah, mengapa Sooji dikeluarkan dari istana? Myungsoo hanya bisa menjawab bahwa ia juga baru mengetahuinya. Dan kini semua warga memohon Sooji kembali ke istana bersama Dae Jun, kali ini bukan Myungsoo yang menjawab, Sooji hanya berkata bahwa pada dasarnya jika ia kembali ke istana, semuanya juga akan sama—Sooji akan sering disini, bersama rakyatnya. Maka dari itu Sooji memutuskan untuk tidak kembali ke istana—tapi pada akhirnya Myungsoo juga akan membawanya kembali—tetapi bukan sekarang. Ada suatu hal yang kuat yang akan membawa Sooji kembali.

Ratu Kim kini mengacak-acak seluruh isi paviliunnya, ia menangis. Ia menyuruh semua dayang keluar, perkataan rakyatnya dan tingkah Myungsoo sangat menampar dirinya. Menteri Yoon yang kini sudah berada di paviliun Ratu Kim masuk kedalam, melihat seberapa berantakannya ruangan ini—seberapa berantakannya hati Ratu Kim.

“Apa yang kau lakukan Yang Mulia Ratu? Jangan seperti ini.” ujar Menteri Yoon, Ratu Kim terdiam.

“Aku benci semuanya—Ratu Soo, Yang Mulia, dan Rakyatku!” ujar Ratu Kim, Menteri Yoon memejamkan matanya.

“Jangan seperti itu… Kau seharusnya pandai membeli hati rakyatmu.”

“Aku ingin membunuh siapapun yang dekat dengan ratu Soo.”

Sooji dan Myungsoo kini berada di kediaman Tuan Bae, makan siang bersama dengan keluarga Sooji dan jangan lupakan Shiyoung, Da Ra, dan juga Yeol. Tapi di sela-sela kegiatan itu—Sooji menutup mulutnya.

“Aku keluar dahulu.” ucap Sooji, Sooji bangkit dari duduknya diikuti oleh Jo Sanggung.

“Jungjeon Mama…”

“Jo Sanggung, aku baru ingat… dua bulan aku tidak mendapat periodeku. “ ujar Sooji dengan mata berbinar, membuat wajah khawatir Jo Sanggung hilang.

“Kau pasti hamil Jungjeon Mama.” ucap Jo Sanggung, Sooji mengusap perutnya yang masih terbilang datar.

Sooji dan Jo Sanggung kini memasuki ruang makan,membuat semuanya bingung karena wajah Sooji yang tampak bahagia.

“Cheona…”

“Sepertinya aku hamil.” ucapan Sooji mampu membuat semuanya berteriak kegirangan.

“K—Kau hamil lagi?” tanya Myungsoo, Myungsoo kini mendekap Sooji, membuat yang lain mengalihkan pandangan.

“Terimakasih Sooji-ah…” Sooji tersenyum.

7 bulan kemudian…
Kediaman Tuan Bae kini ramai oleh para warga, Sooji kini tengah melahirkan anak keduanya bersama Myungsoo. Setelah menunggu lama—akhirnya bayi Sooji kini lahir, menatap ibunya—melihat dunia yang selalu ia impikan—bayi putih bersih dan cantik seperti Sooji, begitu yang Myungsoo katakan. Myungsoo ada disana bersama Dae Jun, Dae Jun yang kini sudah berusia satu tahun lebih, yang sudah mengerti siapa ibunya dan siapa ayahnya, siapa yang menyayanginya siapa yang tidak. Dae Jun sempurna menjadi Putra Mahkota ketika ia ikut bersama Myungsoo kembali ke istana lima bulan lalu. Dae Jun di asuh oleh neneknya—Ibu suri, dan Myungsoo.

“In Swan-ah… kau cantik sekali. Dae Jun-ah, lihatlah dongsaengmu, cantik bukan?” tanya Myungsoo pada Dae Jun, Dae Jun mengangguk. Sooji tersenyum, keluarganya lengkap sudah.

“In Swan?” tanya Sooji pada Myungsoo, Myungsoo mengangguk.

“Nama yang indah, Cheona…” Myungsoo mengusap pipi Sooji.

“Sepertimu, ia akan tumbuh besar,cantik, dan baik hati sepertimu.” Sooji tersenyum malu.

“Kembalilah ke istana—Sooji-ah…” ujar Myungsoo, Sooji tersenyum—masih menggeleng. Myungsoo tak banyak berkata, ia mengerti.

Myungsoo kembali bersama Dae Jun ke istana, Ratu Kim kini berada di dekat aula kerajaan, banyak menteri yang menunggu.Myungsoo memerintahkan kasim Chun untuk membawa Dae Jun kepada Ibu suri. Myungsoo menatap Ratu Kim malas.Dan semakin malas ketika dilihatnya Hyeosang berada disana. Dan para Menteri Fraksi selatan.

“Cheona,sadarlah… Disini ada seorang ratu yang selalu menunggumu. Mengapa kau tak pernah peduli?” ujar Pangeran Hyeosang.

“Ia setia menunggumu.” timpa Menteri Yoon.

“Aku hanya ingin melihat Sooji dan putriku yang baru saja lahir. Apakah aku salah? Sooji membutuhkanku.” Pangeran Hyeosang terdiam.

“Cheona, apakah kau masih mempercayainya? Setelah sekitar satu tahun ia berada di rumahnya, apakah kau percaya bahwa ia adalah putrimu?  Bisa saja anak yang dilahirkan Ratu Soo bukanlah anakmu!” ucap Ratu Kim , kini nadanya menjadi tinggi, Myungsoo menatapnya dengan tatapan benci, berani sekali ia mengatakan seperti itu.

“Kau!! Wanita rubah yang selalu menyalahkan Sooji, kau pikir aku tidak tahu kenyataannya?” ujar Myungsoo. Membuat orang-orang yang kini berada di dekat aula kerajaan menunduk, tak pernah melihat Myungsoo yang semarah ini.

“Pelayan Chae, kemarilah!! Pelayan Chae!!” teriak Myungsoo, kini Pelayan Chae yang statusnya menjadi pelayan Ratu Kim maju ke depan.

“Jelaskan pada mereka semua!”

“Aku mendengar dengan jelas bahwa Pangeran Hyeosang, Menteri Yoon, dan Ratu Kim yang berencana untuk membunuh Dayang Yin, aku mendengarnya sewaktu kemarin.”

“Menteri Yoon, untuk apa kau membunuh Dayang Yin?” tanya Menteri Go dari Fraksi Barat.

“Jelas saja, semua itu untuk menyembunyikan kenyataan bahwa Ratu Kim hamil bukan putraku.” jelas Myungsoo, Ratu Kim, Menteri Yoon,dan Pangeran Hyeosang terdiam ketakutan.

“Yang Mulia, kau harus membuktikannya, jangan asal berbicara seperti itu.” ujar Menteri Yoon, Myungsoo tertawa keras.

“Kasim Chun, bawa biro penyelidikan untuk kemari!!” ujar Myungsoo, kasim Chun kini beranjak pergi, tak lama kemudian pelayan dari biro penyelidikan dan pengawalnya datang ke aula kerajaan.

“Silahkan kalian selidiki apakah ini benar tulisan dayang Yin. Ini adalah surat terakhir yang Dayang Yin tulis untuk Sooji.” Kepala Biro penyelidikan kini meraih surat tersebut, menyamakannya dengan tulisan dayang Yin sewaktu ia memutuskan untuk membuat perjanjian menjadi pelayan kerajaan. Biro penyelidikan kini mengangguk.

“Tulisan ini sangat sama, Yang Mulia, ini tulisan tangan Dayang Yin.” ujar Kepala Biro Penyelidik Kerajaan.

“Kau tahu apa yang Dayang Yin katakana di suratnya?” ujar Myungsoo.

“Ia mengatakan bahwa kau adalah yang menghamili Ratu Kim, dan Boksang adalah putramu, bukan putraku. Dayang Yin yang melihatnya. Dan  kau Ratu Kim, karena kau yang memancingku untuk memberitahu ini semua. Kau mengatakan bahwa Sooji mengandung bukan putriku, tapi kenyataannya adalah kau. Kau yang telah membodohi semuanya.” ujar Myungsoo, semua orang yang berada disana hanya berbisik tak menyangka.

“Cheona, kau harus menghukum mereka bertiga.” ujar Menteri Go, Sementara kini Menteri Yoon, pangeran Hyeosang,dan Ratu Kim berlutut meminta maaf pada Myungsoo.

“Penggal kepala mereka, dan bakar mereka secara bersamaan.” ujar  Myungsoo. Myungsoo tidak tahu apa yang seharusnya ia lakukan pada ketiga orang ini yang s=mengganggu hidupnya. Tiba-tiba satu suara membuat semua menoleh padanya—itu Sooji.

“Tidak, Yang Mulia.”

“Apa maksudmu Sooji-ah?”

“Tidak dengan memenggal kepala mereka, jangan.” ucap Sooji,Sooji kini berjalan dengan susah payah.

“Itu sangat tidak manusiawi Yang Mulia. Jangan memenggal kepala mereka.” ujar Sooji.

“Jungjeon Mama, aku mohon…Mereka harus mendapatkan hukuman yang setimpal.”

“Mohon pertimbangkan kembali, Jungjeon Mama.” ucap semua menteri, Sooji menggeleng.

“Tidak. Yang Mulia. Jangan memenggal kepala mereka Yang Mulia, Aku mohon.”

Myungsoo menatap Sooji—apa yang sebenarnya Sooji inginkan—bukankah ini?

“Boksang masih membutuhkannya, membutuhkan seorang ibu. Apa yang terjadi jika Boksang tahu bahwa ibunya dipenggal, ayahnya juga. Yang Mulia…ku mohon.”

“Aku akan mengasingkan mereka.” ucap Myungsoo, Sooji tersenyum.

Hari ini adalah hari dimana Dayang Kim, Hyeosang, dan Menteri Yoon di asingkan ke tempat yang jauh,sepanjang jalan mereka dilempari oleh berbagai macam batu, sayuran busuk, atau telur busuk. Mereka lebih pantas mendapatkan ini. Sementara Sooji kembali ke istana, bersama In Swan.

Myungsoo tersenyum bahagia,menatap keluarganya yang kini sudah lengkap bersamanya. Ini malam yang sangat indah baginya, menatap Sooji yang tertidur pulas, bersama kedua malaikat kecilnya. Rasanya sangat tenang dan menghangatkan hati.

Ini sudah 5 bulan setelah kelahiran In Swan, Sooji masih dengan kebiasaannya, berjalan-jalan mengunjungi pasar. Malam sudah menjelang, tapi Sooji masih di rumah penampungan, salah satu warganya akan melahirkan. Sementara Myungsoo sedang berada di perbatasan, ia menerima laporan bahwa penyusup dari Jepang sudah memasuki wilayahnya, hendak mencuri ketahanan militer mereka.

“Jadi bagaimana? Apakah mereka tidak ingin membicarakan ini dengan baik-baik bersama Menteri Hyun?”

“Tidak Yang Mulia, mereka tetap bersikeras, karena pembangunan ini sepertinya mengganggu geostrategis mereka dan ketahanannya. Aku juga tak mengerti mereka memutuskan untuk menyerang kita, padahal—“ ucapan Pengawal Mun terhenti seketika ia melihat kapal-kapal yang penuh dengan obor api berlayar dan menepi di pelabuhan, Myungsoo memerintahkan para militernya untuk berjaga dan bersiap jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.

“Kalian ini lama sekali mengambil keputusan, jika kalian tidak menghancurkan pembangunan di perbatasan ini kalian akan tahu apa akibatnya.” ujar seorang pengawal berbadan besar dari jepang, yang fasih berbahasa korea. Myungsoo tersenyum.

“Ini juga penting untuk ketahanan Negara kami, kalian tak berhak untuk mengehntikannya.” ujar Myungsoo, pengawal tersebut kemudian menarik pedangnya, hendak mengayunkannya pada Myungsoo, tetapi dengan cepat pengawal Mun menghentikannya dengan pedang juga.

“Kau memulai perang denganku!” seru pengawal tersebut, tak lama kemudian suara pertemuan antara pedang dengan pedang terdengar semakin meriuh, dan Myungsoo harus menyelesaikan ini. Ini menyangkut Negara yang ia bangun dan ia pimpin. Dan kini—ia khawatir kepada warganya—dan keluarganya dikerajaan, dengan cepat ia membunuh satu persatu pengawal dari jepang, bersama militernya. Myungsoo kemudian melihat beberapa pasukan berkuda memasuki kawasan pedesaan, membawa obor api—hendak membakarnya—membakar pedesaan wilayah Myungsoo.

“Pengawal Mun, perintahkan sebagian untuk melindungi desa, cepat!”

Sooji kini terduduk di atas kursi, ia menimang bayi laki-laki mungil yang baru saja lahir. Ia menatap wanita tersebut,dan ayah dari bayi ini.

“Aku akan menamakannya Jae Hoon… Bagaimana?” tanya Sooji, wanita itu mengangguk.

“Terimakasih Jungjeon Mama…kebaikanmu tak terhingga.” Sooji tersenyum, tapi kemudian teriakan seorang warga di luar sana melunturkan senyumannya. Sooji berjalan keluar, melihat apa yang terjadi.

“Pelayan Oh, apa yang terjadi?” tanya Sooji, pelayan Oh kini sedang sibuk menggoyangkan tubuh seorang pria yang terkulai lemas di hadapannya, seorang pria yang terdapat panah di dadanya yang menembus ke belakang punggung. Sooji membelalakan matanya, dilihatnya ninja berkuda yang hendak memanah kembali Pelayan Oh, tapi di urungkan, mereka lebih memilih melemparkan obor api keatas atap jerami rumah penampungan, dengan cepat api menjilati atap rumah penampungan, Sooji dan pelayan Oh kini masuk kedalam , menyelamatkan para warga yang didalam—

Myungsoo memacu kudanya dengan cepat, ia segera kembali ke desa setelah dilihatnya urusan di perbatasan selesai, pengawal-pengawal tersebut mati di tangan militernya. Ia kini mengkhawatirkan Sooji, terlebih dari kabar terakhir bahwa Sooji berada di rumah penampungan, Myungsoo dengan cepat turun dari kudanya, ia melihat rumah penampungan yang kini rata dengan tanah. Dilihatnya pelayan Oh yang sedang berjalan dengan kaku, kakinya sakit, tertimpa kayu yang menyangga rumah penampungan.

“Dimana Sooji? Dimana ratuku?” tanya Myungsoo, Pelayan Oh hanya menangis keras, tak dapat menjelaskannya pada Myungsoo. Myungsoo kemudian terduduk di tanah, ia memejamkan matanya—dimana Sooji, dimana istrinya—dimana ratunya—dimana ibu dari anak-anaknya—dimana ibu dari Negara ini?

“Sooji-ah… Dimana kau…” lirih Myungsoo.

_TBC_

Annyeong, ada yang kangen ff ini? hehe… maaf kelamaan update, banyak tugass nih huhu. Gimana chapter ini? Ditunggu komentarnya, like nya yaa… Makasih readers, See u in Chapter 7 :*

51 responses to “[Freelance] We Are Not King and Queen Chapter 6

  1. Akhirnya para pengganggu dikenai hukuman.. Tpi dmana suzy?
    Dibawa sama pengawal dri jepang kah? Kenapa suzy yang dibawa? Atau suzy meninggal dlm kebakaran? Ada lagi deh musuhnya.. Makin seru nih.. Next chapter ditunggu lo thor.. Author jjang.. Semangatt!!

  2. huuu konflik satu udh terseleseika sekarang persoalan dg negara lain,,,, bagaimana dengan sooji…… makin seru klimaksnya

Comment, Please!